Selama masa darurat PPKM sejak 3 Juli dan diperpanjang hingga 9 Agustus 2021, pusat perbelanjaan dan mal ditutup. Hal tersebut membuat para pedagang di Surabaya menjerit dan menangis.
Bukan hanya tidak ada pembeli dan tidak ada pemasukan, para pedagang juga memikirkan nasib karyawannya. Salah satu pedagang pakaian Islami dan perlengkapan haji di Plaza Gampatan Merah (JPM) mewakili Surabaya, Fatima (60). Usahanya yang biasanya rame, kini sudah tidak ada pemasukan lagi karena tokonya sudah tutup lebih dari sebulan.
“Barang-barang banyak yang hancur, tidak ada pembeli sama sekali. Idul Fitri sudah mulai tenang dan toko kosong.” Ucap Fatima
Bahkan, Fatima mengaku harus menjual sebagian hartanya untuk melanjutkan hidup.
“dagangan saya semua tidak laku, makanan penting, uang sekolah tetap harus dibayar. Apa yang kita punya kita jual. Akhirnya dagangan kita jual, dagangan semua laku, logam utama dijual. Uang yang ditabung dikeluarkan untuk keperluan sehari- hari,” tambahnya.
Saat ditanya soal keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang secara resmi membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) sewa kepada pengecer di pasar-pasar mal tradisional, Fatima mengaku menyambut baik. Namun, itu juga menyoroti retorika pemerintah yang menuntut agar orang yang diizinkan masuk ke pusat perbelanjaan divaksinasi.
“Kalau kontraknya gratis, yang terpenting bayar service fee ya. Sekarang ada pembeli yang masuk dan harus mendapatkan kartu vaksinasi, itu lebih hancur kan, tidak semua orang berani divaksinasi, jika Anda ‘ sudah divaksinasi, yang lain bagaimana? Itu membuat hidup kita lebih miskin, ”kata Fatima.
Ia juga meminta pemerintah tidak memperpanjang PPKM lagi dan cukup sampai 9 Agustus.
“Saya capek. Saya ke JMP, nangis, ada yang pesan, saya ke toko hanya untuk ambil barang yang saya lihat sepi seperti itu semuanya tutup. Di toko mereka ada uang, barang ini benar apa adanya. sama sempurna tapi tidak ada pembeli. Ya Tuhan maaf. Sampai kapan seperti ini. Kemarin saya melewati Banyuwangi, Situbondo, Probolingo, semua buka, pusat perbelanjaan juga.”
Fatima berharap pemerintah bisa menghidupkan kembali perekonomian seperti biasa. Melihat pusat perbelanjaan yang kosong karena tutup, membuatnya tak kuasa menahan air matanya.
“ Dengan keadaan sekarang apa yang ingin kita lakukan apabila ekonomi seperti sekarang. Ini seperti kota mati. Jangan hentikan ekonomi kita seperti ini ya Tuhan, ambruk. Hatiku terputus dari ekonomi.. yang jual makanan.. yang jual Baju, mall… semuanya tutup.”
Sugianto, pedagang dan ketua Persatuan Pedagang Pusat Grosir Surabaya (P3GS) pun merasakan hal yang sama. Akibat penutupan pusat perbelanjaan tersebut, banyak karyawan yang di-PHK.
“Yang kami rasakan sebagai pedagang sangat berat, kami memberhentikan karyawan shift, kira-kira 30-40%. Saat aktivitas kami menurun, pendapatan menurun, karyawan kami dirotasi. Yang lain segera diberhentikan. Kami memiliki lebih dari 30-40 Sebagai karyawan, kami melakukan yang terbaik, memastikan bahwa kami dapat bekerja hingga 50% kapasitas untuk memperbaiki segalanya, sehingga kami dapat terus bekerja, ”kata Sujianto.
Bahkan sampai saat ini masih membayar, termasuk pajak bumi dan bangunan (PBB) dan tidak ada kemunduran. Untuk pajak juga tetap lapor setiap bulan, meski tidak ada pemasukan.
“Kami berharap ada kepuasan bagi para pedagang. Kami distributor dan grosir,” ujarnya.
Ia berharap PPKM level 4 tidak diperpanjang lagi. Meski nanti diperpanjang, setidaknya pusat perbelanjaan bisa buka, meski belum maksimal.
“Kalau buka minimal masih dapat uang cash . Kalau hasil online kecil-kecilan, karena orang hanya beli satu. Kita bayar untuk promosi online, bukan pengawalan pemerintah,” kata Sugianto. . Efektif dalam promosi online karena kami adalah grosir.
Karena sudah tutup lebih dari sebulan, penjualan dan omsetnya turun 90%. “Turun 80-90% tutup total, untung dari jualan online sangat sedikit, dan kami mengirim barang ke pelanggan yang masih bisa dihubungi. Karena kebanyakan yang datang adalah penjual toko biasa. Sekali tutup, penjualan turun. 80-90%,” tuntasnya.