Investasi saat ini menjadi jiwa pembangunan ekonomi, sehingga harus ditangani secara komprehensif oleh Kementerian Penanaman Modal/BKPM sebagai ujung tombak. Seperti diketahui, peningkatan inovasi dan kualitas investasi menjadi modal utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, berkelanjutan, dan sejahtera secara adil dan merata.
Berdasarkan pemahaman tersebut, Kementerian Penanaman Modal/BKPM diketahui menetapkan dua arah kebijakan. Untuk masing-masing pilar tersebut, telah disusun arah kebijakan dan strategi untuk meningkatkan pencapaian tujuan realisasi investasi, mengingat kebutuhan investasi yang semakin meningkat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,7-6,0% per tahun.
Pilar pertama adalah meningkatkan inovasi dengan tujuan mencapai tujuan investasi. Menurut Kementerian Penanaman Modal/BKPM, upaya tersebut harus dilaksanakan secara inovatif, baik pada tataran perencanaan, perbaikan iklim, kerjasama, promosi, pelayanan atau pengendalian pelaksanaan penanaman modal, maupun tata kelola internal.
Selain upaya berkelanjutan terkait, Kementerian Penanaman Modal/BKPM juga melakukan inovasi dengan menerapkan hal-hal baru sesuai dengan dinamika dan potensi investasi.
Selain itu, Kementerian Penanaman Modal/BKPM juga akan meningkatkan fungsi investasi Unit Usaha Daerah (DPM-PTSP) melalui penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Dematerialisasi.
Bersamaan dengan itu, tercapai pula pilar kedua, yaitu peningkatan investasi yang berkualitas dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan mendorong peningkatan investasi pada usaha padat karya, peningkatan produktivitas investasi, dan peningkatan investasi yang alih pengetahuan dan teknologi.
Selain itu, juga terjadi peningkatan daya saing dan akses pasar, investasi pada industri berorientasi ekspor dan alternatif impor, investasi yang berwawasan lingkungan dan memiliki dampak sosial yang signifikan, serta pemanfaatan sumber daya alam dan produksi dalam negeri secara optimal.
Rencana strategis dikaitkan dengan tujuan, indikator kinerja, dan indikator kinerja target untuk mengukur keberhasilan rencana. Ambil contoh, mengenai program investasi, khususnya peningkatan kualitas perencanaan investasi, keberhasilannya akan dinilai dari indikator kinerja yang dilihat dari indeks kualitas pemetaan dan perencanaan pengembangan investasi.
Sedangkan untuk program penunjang administratif seperti pencapaian tata kelola pemerintahan yang baik, efisien dan efektif, akan dinilai keberhasilannya melalui indikator kinerja yaitu penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), dan penilaian tingkat kematangannya.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) di BKPM. Dengan merancang strategi, tujuan dan indikator pencapaian yang disusun secara sistematis, Kementerian Penanaman Modal/BKPM berhasil mewujudkan tata kelola yang baik, salah satunya dengan memperoleh obligasi tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pengawasan Keuangan (BPK).
Selama 12 kali berturut-turut sejak 2008 Berdasarkan catatan Bisnes, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bhalil mengatakan kepada Hadalia bahwa sejak itu, BKPM telah mengambil berbagai keputusan untuk perbaikan.
Menurutnya, perolehan opini WTP merupakan bentuk akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan BKPM bagi pelaku usaha. BKPM juga berkomitmen untuk mengedepankan tata kelola yang baik dalam pelaksanaan setiap program dan kegiatan.
Bahlil menyampaikan bahwa telah terjadi perubahan besar di Kementerian Penanaman Modal/BKPM, salah satunya adalah adanya perintah untuk meningkatkan peringkat Ease of Doing Business (EoDB), serta pendelegasian kewenangan perizinan yang signifikan dari 22 kementerian/lembaga ( K/L) sesuai Instruksi Kapolri No. 7/2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.
Saat ini, ada 22 perwakilan dari K/L di Kementerian Penanaman Modal/BKPM untuk mempercepat pengurusan perizinan. Kami juga menerima pendelegasian wewenang pembebasan pajak dan alokasi pajak.
Implementasi OSS
Kementerian Penanaman Modal/BKPM juga telah menerapkan single online risk-based filing (OSS) yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada 9 Agustus lalu.
Dengan demikian, proses perizinan dilakukan atas dasar pengelompokan perusahaan dengan risiko rendah, sedang dan tinggi.
“Proses penerbitan semua izin kerja atas nama menteri, gubernur, dan wali/walikota akan melalui sistem OSS,” kata Bahlil. Berdasarkan data Pusat Komando Pengendalian dan Operasi Penanaman Modal (KOPI Center) Kementerian Penanaman Modal/BKPM, selama periode Januari-Desember 2020 tercatat 1.670.685 IU (izin kerja).
Sedangkan jumlah izin operasional/komersial yang diterbitkan sebanyak 221.275 IOK. Penyajian IOK didominasi oleh perdagangan yaitu 31.431 IOK, disusul Kesehatan 21.816 IOK, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) 14.565 IOK, Transportasi 12.446 IOK, dan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 10,68 9 IOK.
Pada triwulan II tahun 2021, sektor investasi turut mendukung pertumbuhan ekonomi. Bahlil Ladalia mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu menembus angka 7,07% pada kuartal II tahun 2021 yang tidak dapat dipisahkan untuk mendukung pertumbuhan investasi.
Sebagai informasi, pada periode yang sama pertumbuhan investasi menyentuh 8%. Pertumbuhan pada triwulan II tidak terlepas dari pertumbuhan investasi sebesar 7% hingga 8%. Hingga kuartal II, total investasi yang terealisasi sebesar Rs 442,7 dari target tahun ini sebesar Rs 900 triliun.
Dia mengatakan angka realisasi investasi menunjukkan keseimbangan antara Jawa dan Luar Jawa. Bahkan, investasi asing di luar Jawa saat ini didominasi hingga 51%. Dia juga Meningkatkan investasi langsung mendorong penciptaan lapangan kerja.
Bahlil mengatakan tahun lalu investasi asing menyerap 1,1 juta tenaga kerja langsung. Saat menambahkan ke pekerjaan tidak langsung, jumlahnya bisa 3 kali.
Untuk menjaga momentum realisasi investasi ini berjalan sesuai target, Kementerian Penanaman Modal/BKPM melakukan sejumlah langkah, salah satunya memfasilitasi partisipasi pelaku usaha dengan UMKM.
Tenaga kerja skala UMKM di Indonesia mencapai 99 persen dengan kontribusi tenaga kerja sebesar 97 persen dan berkontribusi terhadap PDB nasional sebesar 57 persen.
Dengan jumlah tersebut, UMKM Indonesia dapat bersaing dengan negara tetangga di kawasan ASEAN, bahkan dengan Eropa.
Namun rasio kredit tersebut masih tergolong rendah yaitu sebesar 20% yang mengindikasikan masih banyak UMKM yang belum menerima permodalan.